Amrullah Tahad adalah Tribe Leader – Ecosystem di Hijra (dulu dikenal sebagai Alami), perusahaan teknologi keuangan berbasis syariah di Indonesia yang tahun lalu dianugerahi dua penghargaan sekaligus yaitu Best Companies to Work for in Asia dan Most Caring Companies dalam ajang HR Asia Awards 2022. Amrullah sebelumnya menjabat sebagai Chief People & Culture Officer ini adalah seorang profesional di bidang People and Culture dengan 20+ tahun pengalaman di berbagai jenis perusahaan mulai dari corporate sampai startup. Dikenal sebagai seorang “Business & People Geek,” beliau telah memantapkan dirinya sebagai pemimpin unggul dalam berbagai aspek Manajemen Sumber Daya Manusia dan Manajemen Bisnis.
Diikuti oleh lebih dari 13 ribu Profesional di Linkedin, keahliannya dalam komunikasi dan kolaborasi yang cemerlang, telah membawa Amrullah menjulang keberhasilan yang remarkable dalam karirnya. Beliau bukan sekadar pemimpin yang powerful, tetapi juga individu yang memberikan kontribusi berharga dalam kesuksesan tim.
Apakah role dan responsibilities seorang Tribe-Leader Ecosystem di Hijra?
Sebagai Tribe Leader – Ecosystem, tanggung jawab saya tidak hanya sebatas People and Culture, tapi juga mencakup Business Operations, Risk Management, Product, Engineering sampai dengan HRBP. Role ini cukup memberikan tantangan dan juga sebagai pembuktian bahwa orang dengan latar belakang karier Human Capital juga bisa memimpin sebuah organisasi bisnis.
Saat ini di Hijra terdapat 3 Tribe yang mewakili unit bisnis yang menjadi fokus utama yaitu: Consumer Business berupa pembiayaan KPR Syariah, Commercial business dan pembiayaan UMKM melalui skema channeling atau disebut juga sebagai Tribe Ecosystem.
Dengan pengalaman karier yang cukup panjang di bidang keuangan dan perbankan korporat, apa saja perbedaannya dengan startup dan bagaimana cara menyesuaikannya?
Dunia corporate dan startup memang sangat berbeda baik secara fokus maupun mentality. Corporate itu lebih fokus pada optimasi keseluruhan kinerja melalui proses audit dan kontrol yang cukup strict untuk membangun centre of excellence.
Sedangkan di startup berfokus pada eksplorasi dan menjadi sebuah fail safe mode bagi para HR, sehingga diperlukan kelincahan dalam bereksperimen untuk menemukan inovasi.
Sejak 2020, Saya berkomitmen secara penuh dengan Hijra yang lebih fokus menjadi perusahaan startup untuk terus melakukan inovasi tidak hanya menjadi Peer-to-Peer Lending yang berkonsep syariah.
Mendapatkan kesempatan di dua jenis perusahaan ini merupakan kemewahan, karena pada akhirnya setiap corporate harus terbuka untuk inovasi dan setiap startup juga perlu mengenal audit dan kontrol agar ditemukan ekuilibrium yang tepat untuk setiap perusahaan.
Alami mengalami perkembangan yang pesat dalam 3 tahun terakhir, termasuk proses akuisisi BPR dan rebranding menjadi Hijra, apa yang menjadi tantangan bagi pengelolaan SDMnya?
Hal utama yang menjadi tantangan di tengah perubahan yang terjadi di Alami adalah bagaimana cara untuk mengintegrasikan budaya yang berbeda antara tim Alami dan BPR. Dimana, kunci utama untuk dapat menyelaraskan perbedaan ini adalah melalui pembangunan komunikasi yang baik antara semua pihak yang terlibat. Komponen lain yang perlu diperhatikan adalah membangun skema kompensasi yang adil bagi kedua tim.
Selain itu, Ide untuk mengakuisisi BPR yang diawali oleh inisiatif untuk membangun sebuah digital bank juga berdampak pada perubahan struktur organisasi. Diperlukan perekrutan role-role baru seperti CTO yang tidak hanya memberikan warna baru tetapi juga tantangan tersendiri. Namun, sama seperti sebelumnya, hal ini dapat diselesaikan dengan adanya komunikasi yang baik antara manajemen dengan karyawan.
Adakah strategi khusus yang dilakukan Hijra dalam merekrut dan menemukan talenta terbaik?
Saat ini banyak talent talent terbaik di market bergabung dengan Hijra, kebanyakan mereka berasal dari perusahaan Decacorn, Unicorn bahkan berasal dari silicon valley. Banyak yang bertanya, Bagaimana Hijra bisa attracting talent talent kelas satu di Industri? Sementara kita tahu, Talent War yang terjadi selama 3-4 tahun terakhir membuat perusahaan berlomba lomba menawarkan salary incremental yang “diluar nalar” demi mendapatkan talent terbaik. Jawabannya ada di pendekatan “purpose-driven” dalam melakukan proses Rekrutmen, dimana terdapat kesesuaian “Personal Value” dari karyawan dengan visi dan misi yang dibangun oleh Hijra.
Hijra selalu memprioritaskan bahwa karyawan yang bergabung bukan hanya memiliki capacity untuk bekerja, namun memiliki misi yang sejalan dengan perusahaan, yakni merevolusi keuangan syariah.
Pendekatan “purpose-driven” seperti ini tidak hanya mengilhami karyawan, tetapi juga memiliki potensi untuk memberikan dampak positif dalam bisnis. Hal Ini menciptakan ikatan yang lebih kuat antara perusahaan dan client, dan memungkinkan perusahaan berfungsi sebagai agen perubahan positif dalam masyarakat.
Apa strategi HR untuk membantu perusahaan agar tetap relevan di tengah era digitalisasi?
Dalam mengadopsi proses digitalisasi, kiat-kiat yang perlu dimiliki oleh seorang HR meliputi penguasaan terhadap talent analytics karena banyaknya pekerjaan repetitif yang dapat disubstitusi oleh generative AI. Dengan adanya pekerjaan yang sudah dapat diotomatisasi, HR dapat lebih fokus untuk melakukan hal strategis seperti talent mapping dan menyiapkan inisiatif untuk mempertahankan top talent.
Sehubungan dengan metode retensi yang diimplementasikan di Hijra, selain melakukan exit interview, kami juga mulai menandai para top talent dengan label “must stay employee” yang akan diberikan kesempatan untuk melakukan stay interview, sebagai langkah awal agar top talent ini bisa bertahan. Beberapa pertanyaan yang diajukan diantaranya “kapan terakhir kali merasa ingin resign” dengan follow up pertanyaan yang akan dicatat dan dijadikan sarana menavigasi keputusan perusahaan untuk membuat kebijakan yang benar-benar sesuai kebutuhan karyawan.
Apa perbedaan Fungsi HR 5 tahun lalu dan sekarang ?
Jika sebelumnya dikenal sebagai fungsi Human Resource atau Human Capital, maka saat ini istilah people and culture menjadi lebih relevan untuk menggambarkan peran “Fungsi HR” saat ini. Karyawan bergabung ke sebuah perusahaan dalam keadaan sehat fisik, mental, finansial dan sosial. Jangan sampai, mereka menjadi “tidak sehat” setelah bergabung kedalam sebuah perusahaan. Karenanya fungsi HR saat ini lebih kearah menjaga “well-being” dari karyawan.
Skills & competency apa saja yang harus dimiliki oleh seorang praktisi HR sekarang?
Sebagai seorang HR, selain melakukan capture data dan talent analytics, hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mereka dapat mengasah kemampuan coaching yang tidak dapat digantikan oleh teknologi.
Sebuah studi kasus menggambarkan sebuah perusahaan yang mengganti seluruh managernya dengan coaches mengalami peningkatan produktivitas hingga 30%. Mengapa coaching menjadi penting? Dengan kemudahan dan kecepatan dalam mengakses informasi, pertukaran informasi menjadi lebih mudah, dan karyawan memerlukan lebih dari apa yang dapat diakses di internet. Oleh karena itu, karakteristik sebagai seorang “coach” wajib untuk dimiliki oleh seorang HR yang akan banyak berhubungan dengan karyawan. Skill spesifik yang dibutuhkan meliputi kemampuan mendengar, bertanya, dan memonitor progress, serta kesanggupan untuk memberikan masukan yang menawarkan perspektif yang berbeda kepada setiap karyawan.
Bagaimana working arrangement di Hijra saat ini dan arrangement manakah yang lebih efektif, WFO/WFH/Hybrid?
Pada dasarnya, saat ini working arrangement di Hijra adalah WFA. Namun, Hijra memilih untuk menerapkan flexible working arrangement yang tetap menyediakan tempat bagi karyawan untuk bekerja secara langsung di kantor guna memudahkan koordinasi antar departemen. Arrangement seperti ini memberikan keleluasaan bagi setiap karyawan untuk bekerja sesuai dengan kondisi yang paling kondusif, sembari memberikan ruang untuk tetap menjaga komunikasi yang baik antar rekan kerja.
Adakah best practices di bidang HR atau sebagai management perusahaan yang dapat dibagikan pada para HR leaders?
Saya percaya dengan konsep 3P dalam pekerjaan: Playful, Purposeful, dan Potential. Konsep Ini adalah pendekatan yang telah menciptakan kultur kerja yang memungkinkan karyawan untuk mengambil risiko dengan mencoba dan belajar dari kesalahan mereka, dengan dukungan coaching yang relevan dan pendekatan yang berkelanjutan. Dengan pendekatan “Playful,” karyawan dapat merasakan semangat eksperimen dan pengembangan yang sehat.
Selanjutnya, poin “Purposeful” menekankan bahwa karyawan memiliki visi yang lebih besar daripada sekadar kompensasi dan manfaat finansial smata. Mereka yang purpose yang sejalan dengan perusahaan akan senantiasa mendapatkan makna mendalam pada pekerjaan dan mendorong karyawan untuk terus memberikan potensi terbaiknya.
Terakhir, poin ‘Potential’ menyoroti pentingnya pengembangan individual. Karyawan perlu merasa potensi mereka terus diperkaya dan ditingkatkan secara berkelanjutan yang sesuai pula dengan purpose dan tujuan karir dengan dukungan penuh dari perusahaan. Hasilnya adalah lingkungan kerja yang kreatif, kompetitif, dan dipenuhi semangat.
Seperti apa tren HR kedepannya?
“Manusia perlu diperlakukan seperti manusia”, kedepannya HR leaders akan difokuskan pada menjaga wellbeing seluruh karyawan.
Untuk dapat memahami lebih dalam terkait wellbeing dan high performance culture, Pak Amrullah juga merekomendasikan sebuah resource berupa buku yang berjudul Primed to Perform yang ditulis Lindsay McGregor dan Neel Doshi. Buku ini membahas tentang bagaimana membangun highest performing culture dalam sebuah perusahaan dengan menggunakan pendekatan “Total Motivation”, dimana reward dan hukuman tidak selalu menjadi faktor motivasi. Tapi bagaimana menginspirasi karyawan untuk menemukan “Play, Purpose and Potential” dari apa yang mereka kerjakan hingga menghasilkan sebuah Total Motivation untuk mendorong High Performance Culture