Karyawan yang melihat kerja sebagai panggilan (work as a calling) merasa ditakdirkan untuk mengisi posisi tertentu dalam masyarakat atau organisasi karena talenta yang dimilikinya. Biasanya mereka merasa pekerjaannya sangat bermakna dan sejalan dengan tujuan hidup yang lebih luas, terdorong oleh pemenuhan diri dan bukan oleh keuntungan materi, serta menganggap pekerjaan sebagai bagian penting dari identitas dirinya. Lebih lanjut lagi, karyawan dengan panggilan kerja tinggi biasanya juga memiliki kepuasan kerja yang tinggi dan juga terkait dengan performa kerjanya.
Baru-baru ini, sebuah studi di Korea Selatan menemukan bahwa ternyata panggilan kerja juga berhubungan positif dengan motivasi intrinsik dan komitmen organisasi. Secara ringkas, motivasi intrinsik berarti seseorang melakukan pekerjaannya terutama karena menikmati pekerjaan itu sendiri, sedangkan komitmen organisasi didefinisikan sebagai keterikatan emosional karyawan pada organisasi, identifikasi dengan organisasi, dan keterlibatan dalam organisasi.
Riset yang dipublikasikan pada Journal of Vocational Behavior (Kim, Pak, & Son, 2023) tersebut meneliti sampel 188 pasangan dyad atasan-bawahan dari anggota militer Korea Selatan. Para peneliti dalam riset ini juga menemukan bahwa motivasi dan komitmen organisasi memiliki dampak pada proaktivitas. Dengan kata lain, panggilan kerja memiliki efek tidak langsung terhadap proaktivitas melalui motivasi dan komitmen organisasi. Proaktivitas yang dimaksud misalkan seperti memberikan masukan konstruktif atau berusaha memperbaiki efektivitas prosedur dalam organisasi. Tentu hal ini penting bagi organisasi, karena karyawan yang proaktif dapat membantu organisasi berubah ke arah lebih baik dalam lingkungan bisnis kompetitif.
Lebih lanjut, para peneliti juga mengecek apakah pengawasan yang dilakukan oleh atasan terhadap karyawannnya (monitoring by supervisor) memiliki pengaruh atau tidak. Menariknya, pengawasan yang dilakukan oleh atasan memiliki peran tidak terduga dalam hubungan antara panggilan kerja, motivasi intrinsik, dan proaktivitas. Jika seorang karyawan memiliki panggilan tinggi, tapi atasan mengawasinya secara ketat, maka efek tidak langsung pada proaktivitas melalui motivasi intrinsik menjadi lemah.
Temuan-temuan tersebut menyiratkan perlunya karyawan melihat kerja sebagai panggilan karena hal tersebut dapat mendorong perilaku proaktif yang berkontribusi positif pada organisasi. Namun, atasan perlu menghindari pengawasan ketat berlebihan karena dapat menghambat motivasi intrinsik karyawan dengan panggilan kerja untuk melakukan perubahan.
Tentunya penting bagi divisi Human Resource (HR) berperan aktif memahami dan mendukung panggilan kerja karyawan demi mengoptimalkan kontribusi karyawan pada organisasi. Lalu apa saja yang dapat HR lakukan berdasarkan temuan riset tersebut? Berikut adalah beberapa hal praktis yang dapat dilakukan oleh praktisi HR:
1. Mendorong pengembangan panggilan kerja karyawan
HR dapat merancang program untuk membantu karyawan menemukan makna dan tujuan dalam pekerjaan mereka. Hal ini dapat meningkatkan panggilan kerja yang pada gilirannya mendorong perilaku proaktif. Sebagai contoh, HR dapat mengadakan pelatihan untuk menemukan makna dalam pekerjaan atau mengajak karyawan melakukan refleksi untuk menjawab apakah pekerjaan sudah sesuai dengan tujuan hidup mereka.
2. Meminimalkan pengawasan yang berlebihan
HR dapat mengingatkan para atasan untuk menghindari pengawasan yang terlalu ketat karena dapat menghambat motivasi intrinsik karyawan dengan panggilan kerja untuk berperilaku proaktif. Memberi otonomi atau keleluasaan lebih baik daripada kontrol berlebih.
3. Meningkatkan dukungan dan pelatihan untuk atasan
HR perlu mendorong atasan agar dapat mendukung dan memahami karyawan dengan panggilan kerja tinggi. Ajak atasan melakukan sesi one-on-one dengan karyawan yang memiliki panggilan kerja tinggi supaya lebih paham akan situasi dan kondisi karyawan tersebut. Atasan yang memahami karyawannya akan lebih percaya dan cenderung tidak mengawasi mereka dengan terlalu ketat sehingga potensi karyawan dapat lebih optimal.
4. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif
HR dapat membantu menciptakan budaya dan iklim organisasi yang memberi rasa aman secara psikologis bagi perilaku proaktif karyawan. Karyawan dengan panggilan kerja tinggi cenderung proaktif memberikan saran-saran perbaikan. Jika iklim organisasi kurang aman secara psikologis dan saran-saran perbaikan dari karyawan tersebut tidak diterima, maka karyawan bisa jadi akan merasa bahwa organisasi di mana mereka bekerja saat ini bukan merupakan tempat di mana panggilan mereka berada.
5. Melakukan asessmen untuk mengenali potensi karyawan
Karyawan yang dapat menerapkan kekuatannya dalam pekerjaan cenderung melihat pekerjaan mereka sebagai panggilan. Dengan kata lain, karyawan yang cocok dengan pekerjaannya (job fit) akan cenderung memiliki panggilan kerja yang tinggi. HR dapat melakukan asesmen apakah kompetensi dan kepribadian yang dimiliki oleh karyawannya cocok untuk melakukan pekerjaan saat ini. Misalkan, individu yang lebih outgoing, berorientasi pada orang, dan lebih altruistik akan merasakan tingkat kecocokan lebih tinggi dengan pekerjaan yang membutuhkan interaksi dengan pelanggan. Menerapkan asesmen semacam ini sangat penting sebagai langkah awal untuk memperbaiki praktik mengelola karyawan yang mendorong terciptanya panggilan kerja.
Referensi:
Kim, S. S., Pak, J., & Son, S. Y. (2023). Do calling-oriented employees take charge in organizations? The role of supervisor close monitoring, intrinsic motivation, and organizational commitment. Journal of Vocational Behavior, 140, 103812.