Dalam artikel Harvard Business Review klasik berjudul Keep Up with Your Quants, Davenport (2013) menyebutkan ada enam langkah kunci dalam pengambilan keputusan berbasis data. Pertama, kenali apa masalah bisnisnya. Kedua, review penemuan-penemuan sebelumnya. Ketiga, identifikasi variabel-variabel penting dan buat model analisis. Keempat, kumpulkan data primer maupun sekunder yang relevan. Kelima, lakukan analisis statistik pada data. Keenam, gunakan hasil analisis data untuk bercerita (storytelling with data). Langkah terakhir ini menggambarkan betapa pentingnya storytelling sebagai salah satu kemampuan yang perlu dimiliki oleh seorang analis, termasuk dalam bidang People Analytics.
Tentu saja sebagai seorang People Analyst, kemampuan utama yang wajib dikuasai adalah kemampuan analisis. Contohnya adalah memahami konsep dan aplikasi statistik, serta mampu menggunakan software yang relevan seperti Power BI, Tableau, R, Phyton, dan applicant tracking system dashboard. Namun, mampu menjawab kebutuhan bisnis dengan kemampuan storytelling ternyata tidak kalah penting. Bahkan bisa dibilang kemampuan ini malah yang membedakan kualitas seorang People Analyst.
Penelitian yang dilakukan oleh dua peneliti Irlandia (McCartney & Fu, 2024) mendukung klaim di atas. Dalam riset mereka yang baru diterbitkan di jurnal Human Resource Management, sebanyak 173 People Analysts mengisi serangkaian kuesioner yang sudah disiapkan untuk mengukur kemampuan analisis, kemampuan storytelling, dan persepsi kinerja. Hasilnya menunjukkan bahwa kemampuan analisis tidak berkorelasi signifikan terhadap persepsi kinerja. Hal ini mungkin saja karena kemampuan analisis merupakan hal yang dianggap wajar dimiliki oleh seorang People Analyst, sehingga korelasinya tidak signifikan. Sebaliknya, kemampuan storytelling berkorelasi positif dan signifikan terhadap persepsi kinerja. Lebih lanjut, People Analysts yang memiliki kemampuan analisis tinggi dibarengi dengan kemampuan storytelling yang tinggi memiliki skor persepsi kinerja yang paling tinggi ketika dibandingkan dengan People Analysts yang berkemampuan analisis tinggi namun memiliki kemampuan storytelling yang rendah dan juga ketika dibandingkan dengan People Analysts yang berkemampuan analisis rendah dengan kemampuan storytelling tinggi maupun rendah.
McCartney dan Fu (2024) melanjutkan penelitian mereka dengan melakukan wawancara terhadap 50 People Analysts. Hasil wawancara menunjukkan bahwa People Analysts berpikir bahwa storytelling adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk menerjemahkan hasil analisis menjadi business action. Selain itu, People Analysts berpikir bahwa kemampuan storytelling dapat melengkapi kemampuan analisis dan dianggap bisa meningkatkan kinerja.
Hasil penelitian tersebut menegaskan bahwa People Analysts perlu untuk belajar dan menguasai kemampuan storytelling. Berikut adalah dua tips storytelling yang dapat diterapkan:
- Set the hook: Buka presentasi hasil analisis Anda dengan hook seperti fakta yang tidak banyak diketahui oleh orang atau ilustrasi singkat yang memancing emosi. Misalkan, Anda ingin mempresentasikan mengenai hasil survei work engagement. Anda dapat memberikan fakta bahwa work engagement rendah ternyata dapat disebabkan oleh orang lain. Contoh spesifiknya adalah pada pasangan suami-istri yang sama-sama bekerja, work engagement rendah dapat disebabkan oleh pasangan yang memiliki obsessive passion dalam pekerjaannya. Kemudian Anda juga dapat menambahkan fakta tersebut dengan ilustrasi cerita seorang tokoh fiktif yang memiliki work engagement rendah dan meminta audiens membayangkan jika berada pada posisi tokoh tersebut. Audiens akan berempati terhadap tokoh fiktif tersebut dan presentasi Anda akan lebih relevan dengan audiens.
- Begin with the end in mind: Tujuan akhir dari presentasi Anda adalah supaya ada business action yang bisa ditindaklanjuti . Oleh karena itu, Anda sebaiknya mengidentifikasi alternatif-alternatif business action apa saja yang berhubungan dengan analisis Anda. Jika Anda menganalisis data turnover karyawan, maka business action yang diharapkan adalah yang berhubungan dengan penurunan angka turnover karyawan, seperti misalkan meningkatkan ketersediaan fasilitas di kantor, memperhatikan well-being karyawan, atau menerapkan budaya organisasi yang lebih positif. Pilihlah business action yang kira-kira sesuai dengan hasil temuan analisis data Anda supaya stakeholders merasa saran Anda patut ditindaklanjuti.
Referensi utama:
McCartney, S., & Fu, N. (2024). Enacting people analytics: Exploring the direct and complementary effects of analytical and storytelling skills. Human Resource Management, 63(2), 187-205. https://doi.org/10.1002/hrm.22194