Survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilakukan selama tahun 2020 mencatat Jumlah Penduduk Indonesia sebesar 270,20 juta jiwa. 27,94 persen di antaranya merupakan generasi Z (Gen Z) dan 25,87 persennya merupakan generasi Milenial. Sedangkan penduduk usia produktif Indonesia dicatat mencapai 70,72 persen dari jumlah total penduduknya. Hal ini berarti lebih dari setengah penduduk Indonesia merupakan generasi muda yang masuk dalam kategori penduduk usia produktif (15-64 tahun).
Hasil Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) menyebutkan total angkatan kerja usia 15-24 tahun mencapai 21,20 juta. 18 dari 100 di antaranya menganggur, yang berarti terdapat 3,82 juta penduduk di kategori tersebut yang tidak memiliki pekerjaan. Dengan kata lain, sebesar 43,7 persen dari total Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) nasional bersumber dari generasi Z.
Berhubungan dengan hal tersebut, TPT di Indonesia didominasi oleh penduduk kelulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) atau Sekolah Menengah Umum (SMU) setingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Angkanya tercatat mencapai 2.305.093 juta jiwa. Menyusul di posisi keempat, kelulusan perguruan tinggi menduduki angka 999.543 jiwa. Jumlah pengangguran paling sedikit justru bersumber dari kelompok penduduk yang tidak atau belum pernah sekolah, yaitu sebesar 20.461 orang.
Baca juga: There’s more to work for Gen Z: Si Inovatif yang Bergerak Cepat dan Suka Kompetisi
Tren pengangguran Indonesia memang selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini di antaranya disebabkan oleh institusi pendidikan di Indonesia yang dinilai gagal dalam mencetak tenaga kerja kompeten yang memenuhi kebutuhan pasar kerja. Kondisi pandemi turut berkontribusi memperparah keadaan dengan melahirkan sarjana pandemi dari wisuda online. Kondisi tersebut pada akhirnya menimbulkan kemungkinan bagi lulusan muda untuk menerima pekerjaan dengan gaji rendah, peluang pengembangan diri yang rendah, dan menjadi tidak seimbang dengan kemampuan pendidikannya. Beberapa pun terdesak untuk menerima pekerjaan lepas yang umumnya tidak disertai kontrak kerja yang jelas dan kondisi kerja yang tidak memadai.
Memahami Kendala Perekrutan Selama Pandemi
Perusahaan pemberi kerja perlu jeli melihat hal ini karena talenta perusahaan merupakan aset penentu masa depan. Adanya peningkatan pengangguran secara keseluruhan tetap memposisikan perekrutan yang efisien dan efektif sebagai proses yang penting untuk diselenggarakan.
McKinsey melakukan survei di Mei 2020 kepada lebih dari 190 chief officer dan pemimpin fungsional di seluruh industri untuk mengetahui pendapat mereka tentang alokasi pengeluaran selama pandemi di beberapa bulan mendatang. 67 persen mengatakan bahwa mereka berharap dapat mengalokasikan dana yang lebih sedikit untuk perekrutan talenta baru yang bekerja penuh waktu dalam 12 bulan ke depan.
Perusahaan-perusahaan, melalui divisi HR, perlu mempertimbangkan penggunaan beragam alat analisis untuk memahami dan membuka peluang konektivitas (connectivity) serta keterlibatan (engagement) dengan talenta yang akan direkrut, seperti melalui jejaring sosial maupun pendekatan personal melalui surel atau pesan singkat seluler. Penting bagi perusahaan untuk memahami proses talent engagement yang tepat dilakukan selama pandemi berlangsung karena banyak pengangguran yang membutuhkan pekerjaan namun tidak semua dari mereka merupakan talenta yang dibutuhkan oleh perusahaan yang Anda kelola.
Menyusun Strategi Talent Engagement Generasi Z Selama Pandemi Berlangsung
Selama pandemi, konektivitas dan keterlibatan temu fisik dengan orang lain pun menjadi minim. Akibatnya, komunikasi yang dilakukan seringkali menjadi tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu, dengan melakukan talent engagement dalam proses perekrutan selama masa pandemi ini, diharapkan talenta yang sedang maupun akan mengikuti proses perekrutan di perusahaan dapat memenuhi kriteria kebutuhan perusahaan.
Seperti pada uraian sebelumnya, penduduk usia produktif Indonesia didominasi oleh generasi muda. Strategi talent engagement yang diterapkan oleh perusahaan perlu menarik dan sesuai dengan kebiasaan mereka. Mengingat pergeseran dalam cara menciptakan peluang selama pandemi berlangsung, dalam arti peralihan platform toko fisik ke toko daring (online store), serta perubahan dari pertemuan penjualan langsung ke penjualan jarak jauh, ada tiga komponen penting dari perencanaan strategi talent engagement pada masa pandemi:
1. Fokus pada tujuan yang paling penting di antara yang penting. Mengingat perubahan adalah sesuatu yang pasti selama pandemi, perusahaan perlu menilai peran yang paling penting dalam tahap krisis saat ini (misalnya, divisi pengembangan dan inovasi produk baru) dan dalam proses pemulihan ekonomi perusahaan di kemudian. Penting bagi perusahaan untuk menentukan prioritas, bidang apa yang kebutuhannya mendesak untuk segera diisi dan bidang apa yang sekiranya dapat menunda penambahan talenta baru. Hal ini mencegah pemborosan alokasi dana serta memperbesar peluang perusahaan untuk mendapatkan talenta yang tepat.
2. Mempertimbangkan talenta dengan kemampuan yang relevan. Selain peran individu, dalam melakukan perekrutan perusahaan perlu melihat keterampilan utama talenta (misalnya, public speaking yang baik untuk posisi public relations) dalam rangka memahami apakah sekiranya kemampuan mereka relevan untuk kebutuhan di masa depan. Jika tidak, apakah mereka akan mengembangkan kemampuan tersebut dan perusahaan dapat memberikan asupan materi tambahan maupun pelatihan. Atau apakah benar talenta baru ini setidaknya memiliki bakat yang dibutuhkan di posisi terkait, meski mereka tidak memiliki latar pendidikan dan pengalaman yang sesuai. Perusahaan perlu lebih fleksibel dalam mengizinkan talenta baru untuk mengeksplorasi diri mereka. Hal ini selaras dengan kecenderungan generasi milenial dan generasi Z yang memilih untuk bekerja di tempat-tempat yang diyakini selaras dengan nilai-nilai pribadi mereka.
3. Penggunaan talent management systems. Saat ini telah banyak perusahaan yang berfokus pada pengembangan teknologi perekrutan. Anda dapat memakai jasa yang ditawarkan oleh perusahaan tersebut untuk membantu mengaplikasikan sistem yang dapat mencocokkan talenta baru dengan pekerjaan yang dibutuhkan. Alat berkemampuan kecerdasan buatan dapat membantu menilai kualifikasi individu, dengan sistem manajemen kinerja yang dapat disesuaikan. Produk ini dinilai sebagai investasi perusahaan karena dapat dioperasikan dalam jangka panjang dan berfungsi sebagai catatan perkembangan keterampilan talenta yang ada.
Baca juga: Talent Engagement: Strategi Perusahaan untuk Mendapatkan Talenta Terbaik
Talent Engagement untuk Generasi Z
Berdasarkan survei KPMG Advisory, 47 persen angkatan kerja yang berada dalam kategori generasi Z memiliki keinginan untuk bekerja di tempat dengan suasana kerja yang menyenangkan dan 44 persen dari mereka menginginkan bekerja dengan waktu kerja yang fleksibel.
Generasi Z memiliki ambisi dalam mencapai jenjang karir tertinggi dan kecenderungan untuk berpindah-pindah organisasi dalam rangka memperbanyak pengalaman kerja yang sesuai dengan mimpi atau nilai yang mereka pegang. Generasi Z memiliki kepekaan teknologi yang baik, sehingga perusahaan yang ingin merekrut talenta generasi Z perlu menyesuaikan pola pikir dengan mereka.
Misalnya dengan tidak terlalu ‘mengekang’ mereka dengan cara-cara lama, mengadopsi mindset digitalisasi, serta menyediakan teknologi yang relevan untuk menunjang efektivitas dan efisiensi pekerjaan mereka. Perusahaan Anda dapat mulai menerapkannya dengan menggunakan platform seperti Whatsapp Group atau aplikasi Slack yang telah dikenal dapat mengakomodasi kebutuhan komunikasi antar tim dalam suatu organisasi tanpa tatap muka.
Hal ini ada kaitannya dengan kebiasaan individu generasi Z, di mana mereka bisa menghabiskan hampir tiga jam per hari untuk bermedia sosial. Survei Business Insider tahun 2019 menemukan bahwa Instagram (65%), YouTube (62%) dan Snapchat (51%) adalah situs sosial paling populer untuk generasi Z. Kebiasaan ini didukung oleh masa pandemi yang menambah waktu mereka dalam menggunakan gawai. Mengintegrasikan media sosial dalam kampanye rekrutmen serta branding perusahaan Anda merupakan hal yang perlu dilakukan dalam meningkatkan awareness dan menarik talenta muda berbakat di masa pandemi seperti saat ini. Utamakan aksesibilitas pada informasi terkait perusahaan Anda agar talenta generasi Z tidak merasa sulit untuk terhubung dengan perusahaan Anda.
Perusahaan pun dapat membeberkan CSR, visi misi, nilai-nilai dan budaya kerja yang sehat melalui platform-platform digital yang dimiliki seperti media sosial dan situs resmi perusahaan (website). Konten persiapan karir dan tips melamar kerja pun banyak menarik minat generasi tersebut. Utamakan fitur bantuan real time, seperti chat box pada perusahaan Anda atau kanal sosial media khusus untuk terhubung dengan para talenta agar terjadi komunikasi dua arah.
Perusahaan yang Anda kelola dapat pula menambah engagement dengan mempromosikan budaya belajar dan pengembangan diri, menggunakan media audio visual untuk menambah wawasan generasi Z agar tetap kompetitif dalam hal perekrutan talenta. Hal ini merupakan upaya menghadirkan pengalaman engagement yang intuitif dan berkualitas karena generasi Z dikenal sebagai generasi yang menilai belajar sebagai proses yang menghubungkan kehidupan sosial, akademik, dan profesional. Penggunaan teknologi perekrutan yang menggunakan gawai telepon seluler dapat membantu generasi Z untuk melatih kepiawaian dalam mengatasi isu di dunia nyata sembari terhubung langsung dengan mereka.
Article Editor: Nadia Fernanda
Image credits: Pexels