Sebagai manusia, secara tidak langsung kita sudah terlatih untuk mengambil keputusan dengan cepat. Keputusan yang diambil secara sadar ataupun tidak sangat mempengaruhi hidup kita setiap harinya. Beberapa sumber mengatakan bahwa manusia membuat kurang lebih 35.000 keputusan setiap harinya, dan kebanyakan dari keputusan yang dibuat tersebut adalah keputusan yang tidak sadar atau unconscious decisions.
Keputusan juga menjadi satu pondasi yang sangat penting di dunia HR. Bagaimana tidak? Pada dasarnya, tugas seorang HR adalah mengambil keputusan untuk menentukan kandidat mana yang cocok untuk mengikuti proses rekrutmen di perusahaannya atau tidak. Keputusan ini juga akan berlanjut terus dari awal iklan lowongan pekerjaan disebarluaskan hingga kandidat dipekerjakan (hired).
Namun dalam praktiknya, keputusan yang diambil oleh praktisi HR tidak jarang dipengaruhi oleh unconscious bias yang terbentuk di dalam pikiran, sehingga memberikan persepsi mengenai kandidat secara lebih personal atau subjektif. Keadaan yang seperti ini akan menimbulkan hiring bias yang bisa berdampak negatif pada proses rekrutmen yang dilakukan, dimana penilaian kandidat menjadi tidak seimbang dikarenakan adanya keputusan yang diambil terlalu personal dan tidak berhubungan dengan kompetensi atau skill dari si kandidat itu sendiri.
Bias dalam rekrutmen membentuk prasangka dan keputusan perekrutan yang diskriminatif terhadap satu orang atau sekelompok orang. Kandidat yang dinilai berdasarkan bias dapat kehilangan kesempatan kerja karena beberapa faktor tertentu yang tidak berhubungan dengan kualifikasi pekerjaan atau job description yang akan dilakukan ketika sudah bekerja. Hiring bias sering terjadi di luar kesadaran, dimana Anda dapat membuat keputusan perekrutan yang berasal dari emosi bawah sadar, persepsi, dan stereotip yang Anda yakini.
Baca Juga : Mengenal Hiring Bias dan Cara Mengatasinya
Sebagai praktisi HR profesional, Anda perlu mengatasi hal tersebut karena hiring bias dapat mempersempit kesempatan Anda dalam menemukan kandidat potensial di pasar kerja yang disebabkan tertutupnya beberapa kualifikasi karena kualifikasi lain dianggap lebih mendominasi yang sesuai dengan posisi yang sedang terbuka. Hal ini tentu tidak akan membantu perusahaan Anda untuk dapat mewujudkan keragaman dan diversitas yang menjadi daya tarik para pencari kerja di zaman sekarang ini.
Untuk menghindari hal ini, Anda perlu mengetahui macam-macam bias yang kemungkinan dapat muncul di tengah proses hiring agar Anda bisa mengatasinya dengan lebih baik. Mengutip Harver, berikut ini adalah macam-macam bias dalam proses hiring:
1. Confirmation Bias
Sebagai seorang manusia, kita pasti akan cepat dalam memberikan penilaian. Tidak jarang keputusan yang diambil tersebut ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi kita sebelumnya. Dalam proses hiring, keputusan seperti ini disebut dengan istilah bad hiring. Sebagai seorang HR, Anda mungkin pernah ada di posisi yang dimana Anda merasa bahwa Anda dapat mengambil keputusan dengan cepat mengenai seorang kandidat, yang tanpa disadari, keputusan cepat seperti itu merupakan confirmation bias.
Confirmation bias terjadi ketika HR membenarkan pemikiran bias mereka tentang seorang kandidat dan mulai mengajukan pertanyaan yang sebenarnya tidak relevan dengan posisi yang sedang terbuka, untuk mencoba mendapatkan jawaban yang mendukung asumsi bias awal mereka tentang kandidat tersebut. Biasanya seorang HR melakukan hal ini karena mereka percaya betul akan kemampuan naluri mereka sehingga mereka pikir segala asumsi yang mereka punya itu adalah benar.
Faktanya, 60% HR akan membuat keputusan mengenai kesesuaian kandidat dengan posisi yang dilamar dalam waktu kurang lebih 15 menit setelah bertemu dan melakukan wawancara dengan mereka. Bahkan, beberapa di antaranya dapat melakukannya sebelum bertemu kandidat tersebut dan hanya membentuk asumsi berdasarkan CV/Resume yang mereka terima.
Hal ini tentu akan merugikan jika tanpa sadar terus dilakukan secara berulang-ulang. Anda bisa melewatkan kandidat berkualitas tanpa alasan yang relevan dengan posisi yang ditawarkan. Sebaliknya, Anda juga bisa mempekerjakan kandidat yang ternyata tidak cocok untuk posisi tersebut, namun cocok hanya dengan asumsi Anda saja.
2. Beauty Bias
Bias yang satu ini masih sering menjadi perdebatan baik di kalangan job seekers maupun perusahaan. Banyak job seekers yang beranggapan bahwa orang yang lebih cantik atau tampan akan memiliki nasib yang lebih bagus dan sukses dibandingkan dengan orang yang tampilan fisiknya biasa saja. Sebenarnya stereotip seperti ini tanpa disadari merupakan beauty bias, dimana orang menganggap fisik dan wajah akan membawa pengaruh positif yang mendukung kesuksesan pekerjaan mereka.
Beauty bias ini terjadi karena HR secara tidak sadar percaya bahwa penampilan seseorang, mempengaruhi cara mereka bekerja. Sebenarnya, beauty bias tidak bisa selalu dikaitkan dengan hal-hal yang negatif dimana untuk beberapa job / role, penampilan memang dijadikan kualifikasi penting. Misalnya saat ingin merekrut posisi yang dimana main role-nya adalah untuk menarik konsumen agar mau mencoba produk yang kita punya, otomatis kandidat dengan penampilan rapi dan menarik akan lebih diutamakan, karena hal ini juga akan berpengaruh dengan persepsi brand Anda dari kacamata orang lain.
Baca Juga : Recruitment Tools yang Dapat Memaksimalkan Proses Remote Hiring
3. Similarity Attraction Bias
Sudah menjadi sifat alami manusia dimana kita ingin dikelilingi oleh orang-orang yang memiliki preference atau sifat yang mirip dengan kita, sehingga kita akan merasa memiliki hubungan yang dekat dengan orang tersebut. Namun hal ini tidak bisa dilakukan ketika sudah masuk ke dunia kerja. Sebagai seorang HR, Anda harus menjadi HR profesional yang mampu membedakan kehidupan pribadi dengan kehidupan di kantor.
Namun tanpa disadari, saat melakukan kontak dengan seorang kandidat, Similarity Attraction Bias dapat terbentuk dengan sendirinya. Tanpa sadar, Anda tidak hanya menilai apakah kandidat akan cocok untuk bekerja di perusahaan Anda, tetapi juga apakah kandidat tersebut akan cocok untuk bekerja dengan Anda. Hal ini tentu tidak bisa Anda jadikan cara untuk menilai kandidat karena belum tentu kandidat yang cocok dengan Anda akan cocok untuk bekerja di perusahaan dan begitu pula sebaliknya.
Bias yang satu ini juga sebenarnya sangat jauh bahkan tidak memiliki relevansi apa-apa dengan pekerjaan itu sendiri, karena Anda hanya mengambil keputusan berdasarkan pengalaman engagement yang Anda punya dengan kandidat dan menilai kecocokan mereka untuk bekerja di perusahaan Anda dengan mencari kesamaan yang Anda punya dengan mereka.
4. Overconfidence Bias
Overconfidence Bias yaitu bias yang dapat terjadi didasari oleh rasa percaya diri yang terlalu berlebihan, dimana HR sangat yakin dengan kemampuan mereka sendiri untuk memilih kandidat yang baik, ataupun tidak meloloskan kandidat yang dianggap buruk dan kurang sesuai dengan ekspektasi perusahaan. Bias seperti ini akan menyebabkan Confirmation Bias masuk untuk membenarkan keputusan Anda yang didasari pada kepercayaan diri Anda sendiri.
Dalam hal ini, Overconfidence Bias yang sering terjadi akan menimbulkan kepercayaan subjektif dan melupakan nilai-nilai objektif yang seharusnya lebih mendominasi proses hiring. Feeling mendominasi keputusan rekrutmen akhir dan keputusan rekrutmen yang seperti ini akan sangat berisiko pada tiga sampai enam bulan ke depan setelah seorang kandidat hired.
5. Judgement Bias
Sebagai praktisi HR, Anda tentu akan menghabiskan banyak waktu untuk berhadapan dengan banyak CV/Resume yang Anda terima dari kandidat yang tertarik untuk melamar di perusahaan Anda. Tanpa disadari, Anda akan cenderung membandingkan lamaran yang baru masuk dengan lamaran yang telah diterima sebelumnya, tanpa mencoba mencari tahu dahulu keunikan dan keunggulan yang dimiliki oleh si pelamar baru ini. Seperti halnya latar belakang pendidikan, suku / ras, atau bahkan pengalaman mereka. Anda akan membentuk stereotip tersendiri mengenai satu kandidat dengan kandidat lainnya yang kemudian mempengaruhi keputusan Anda hanya dengan melihat kandidat dari CV/Resume mereka.
Judgement Bias mungkin akan menjadi masalah di zaman sekarang ini, dimana banyak job seekers yang memiliki skill dan kemampuan yang tidak ada korelasinya dengan latar belakang pendidikan mereka. Katakanlah seorang lulusan Akuntansi ingin melamar sebagai seorang Graphic Designer karena memiliki skill design yang luar biasa, tetapi Anda hanya menilai dari CV tanpa memberikan kesempatan untuk melihat hasil portfolio design yang dimiliki oleh si kandidat. Jika ini terjadi, Anda tentu telah melewatkan satu kandidat potensial hanya karena Judgement Bias yang dilihat dari CV/Resume kandidat saja.
Hiring bias tanpa sadar akan terus terjadi, namun hal ini dapat Anda minimalisir dengan terus bersikap profesional selama proses hiring berjalan dan ingatkan diri Anda untuk menilai kandidat secara objektif, bukan subjektif. Jika Anda ingin mengurangi risiko hiring bias yang mungkin terjadi di tengah proses rekrutmen yang Anda jalani, Anda bisa menggunakan Assessment Talentics yang memiliki fitur Response Bias Detection untuk mendeteksi memastikan akurasi jawaban kandidat dengan mendeteksi berbagai kejanggalan selama kandidat mengerjakan tes assessment yang diberikan. Dengan begitu, perusahaan dapat tetap menyaring kandidat secara objektif tanpa harus melewatkan kandidat terbaik untuk setiap posisi pekerjaan yang sedang dibutuhkan.
Ikuti uji coba dashboard gratisnya sekarang!
Article Editor: Nadia Fernanda
(Images by Unsplash)