Fenomena great gesignation telah menjadi sorotan global sejak pertengahan 2021. Banyak perusahaan di berbagai negara dalam regional Amerika dan Eropa menelan pil pahit dampak signifikan dari gelombang pengunduran diri yang tak terduga ini. Tidak lama setelah mewabah di negara-negara Barat, tren "Great Resignation" mulai terlihat di beberapa negara Asia.
Pengamatan yang dilakukan oleh PwC menunjukkan bahwa tantangan telah menyebar hingga wilayah Asia Pasifik. Artikel ini diharapkan menjadi panduan bagi praktisi HR di Indonesia untuk tetap terkini dengan informasi terbaru, pada waktu yang sama secara profesional menghadapi fenomena ini dengan memperkuat dan memperbaiki strategi di perusahaan masing-masing.
Apa itu Great Resignation?
Secara sederhana, great resignation merujuk pada tren besar pengunduran diri yang terjadi secara massal di berbagai sektor pekerjaan. Fenomena ini melibatkan gelombang karyawan yang memilih untuk meninggalkan pekerjaan mereka dengan skala yang signifikan.
Fenomena ini muncul sebagai sebagai dampak dari sejumlah faktor yang saling berhubungan. Pandemi COVID-19 telah menjadi pemicu utama perubahan ini. Pemutusan hubungan kerja selama pandemi, pergeseran preferensi kerja, dan perubahan gaya hidup mempengaruhi bagaimana para karyawan melihat work life balance.
Dengan kenyataan bahwa karyawan dapat diberhentikerjakan apabila terjadi hal-hal yang termasuk pada force majeure juga membuat para profesional lebih cenderung mencari nilai pribadi dan makna dalam pekerjaan mereka, selain hanya sekadar gaji dan benefit lainnya. Faktor-faktor ini, bersama dengan perkembangan teknologi dan perubahan dinamika organisasi, semakin mempengaruhi pandangan dan pilihan para pekerja.
Apakah Great Resignation Sudah Masuk Indonesia?
Meskipun belum ada bukti konkret yang menunjukkan gelombang besar pengunduran diri di Indonesia sebagaimana terjadi di beberapa negara lain, kita tidak boleh mengabaikan potensi dampak dari perubahan global ini di tanah air. Riset yang dilakukan oleh Kompas mengindikasikan bahwa meskipun belum ada tren yang mengkhawatirkan, situasi tetap dinamis dan dapat berkembang dengan cepat.
Selain itu, survei yang dilakukan oleh Robert Walters menambahkan dimensi yang lebih terperinci terkait fenomena ini di Indonesia. Meskipun Great Resignation belum sepenuhnya merambah Asia Tenggara, termasuk Indonesia, survei tersebut menunjukkan adanya situasi "not so great resignation." Situasi ini menggambarkan bahwa beberapa karyawan tidak sepenuhnya terlibat atau terikat dengan pekerjaan atau perusahaan tempat mereka bekerja. Statistik menunjukkan beberapa poin penting:
● Sebanyak 77% karyawan profesional sedang mempertimbangkan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan mereka saat ini.
● Namun, hanya 45% dari mereka yang akhirnya benar-benar melakukan pengunduran diri.
● 1 dari 3 karyawan yang berpartisipasi dalam survei merasa nyaman untuk mengundurkan diri tanpa memiliki pekerjaan baru yang sudah pasti.
● Sementara itu, 65% perusahaan merasa kesulitan dalam mencari karyawan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Temuan-temuan ini menggarisbawahi adanya dinamika dalam hubungan antara karyawan dan perusahaan di Indonesia. Meskipun mungkin belum mencapai tingkat "Great Resignation" yang diperbincangkan secara global, penting bagi praktisi HR untuk tetap waspada terhadap perubahan perilaku dan preferensi karyawan, serta untuk mempersiapkan strategi yang tepat dalam menghadapi dinamika ini.
Baca juga Talentics Insight: Perubahan “Value” Job Seeker 2021 vs 2022
Strategi bagi Praktisi HR dalam Menghadapi Tantangan Great Resignation
Dalam menghadapi dinamika great resignation yang dapat memengaruhi tenaga kerja di Indonesia, praktisi HR perlu mengadopsi strategi yang adaptif dan proaktif. Berikut beberapa langkah yang dapat diambil:
1. Peningkatan Employee Engagement
Menggalakkan keterlibatan karyawan adalah kunci dalam mengurangi potensi pengunduran diri. Praktisi HR bisa merancang program engagement yang tidak hanya meningkatkan kepuasan karyawan, tetapi juga memperdalam ikatan emosional mereka dengan perusahaan. Memberikan pengakuan atas kontribusi karyawan serta mendengarkan aspirasi mereka akan memupuk rasa kepemilikan terhadap visi perusahaan.
Baca juga: 9 Program untuk Meningkatkan Employee Engagement
2. Penyediaan Compensation dan Benefit yang Relevan
Mengembangkan paket manfaat yang menarik dan relevan adalah investasi jangka panjang dalam retensi karyawan. Selain manfaat finansial, upaya dalam meningkatkan kesejahteraan mental dan fisik melalui program kesehatan dan dukungan psikososial akan menciptakan lingkungan yang mendukung keseimbangan hidup.
Baca juga: 7 Strategi Merancang Compensation and Benefit yang Menarik
3. Komunikasi yang Terbuka
Mendorong komunikasi yang terbuka menciptakan tempat aman bagi karyawan untuk berbagi pandangan dan kekhawatiran mereka adalah langkah selanjutnya. Praktisi HR dapat membuka saluran dialog, memfasilitasi forum, dan merespon hal-hal yang dapat memicu karyawan kurang nyaman di perusahaan dan berusaha mencari dengan solusi terbaik bersama-sama dalam membangun kepercayaan dan rasa inklusivitas.
4. Fleksibilitas dan Work-Life Balance
Pandemi telah mengubah paradigma bekerja, dan fleksibilitas menjadi semakin penting. Praktisi HR dapat mendukung model kerja fleksibel, memungkinkan karyawan untuk menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Ini akan memperkuat keterikatan mereka dengan organisasi.
5. Pengembangan Karir yang Jelas
Memberikan jalan yang jelas untuk pertumbuhan karir akan memotivasi karyawan untuk terus berkontribusi. Praktisi HR dapat merancang rencana pengembangan individu yang membantu karyawan mengembangkan keterampilan, mencapai tujuan pribadi, dan berkembang bersama perusahaan.
Baca juga: Merencanakan Jenjang Karier Karyawan
6. Kolaborasi dengan Manajemen
Menerapkan teknologi dan analisis data untuk memprediksi tren pengunduran diri adalah langkah cerdas. Dengan mengidentifikasi pola perilaku karyawan dan mengambil tindakan preventif, praktisi HR dapat mencegah kehilangan karyawan yang berharga.
7. Analisis Data Karyawan
Manfaatkan teknologi dan analisis data untuk memprediksi tren pengunduran diri yang terjadi di perusahaan. Dengan mengidentifikasi pola dan tanda-tanda awal, praktisi HR dapat mengambil tindakan preventif untuk mempertahankan karyawan yang berisiko meninggalkan perusahaan.
8. Evaluasi Kebutuhan Karyawan
Mengadakan evaluasi rutin tentang aspirasi dan kebutuhan karyawan, perusahaan dapat menyesuaikan program insentif, pelatihan, dan pengembangan untuk memenuhi harapan mereka. Proses Ini menciptakan lingkungan dimana karyawan merasa diberdayakan dan dihargai.
Kesimpulan
Fenomena "Great Resignation" telah memunculkan perubahan signifikan dalam dunia kerja global, termasuk di Indonesia. Meskipun belum ada bukti konkret gelombang pengunduran diri sebagaimana di negara lain, kesadaran akan dampak perubahan global ini menjadi kunci bagi praktisi HR. Riset Kompas dan survei Robert Walters membuktikan bahwa situasi "not so great resignation" telah muncul di Indonesia.
Dalam menghadapi tantangan ini, praktisi HR memiliki peran penting dalam menciptakan solusi positif. Peningkatan keterlibatan karyawan, penyediaan manfaat yang relevan, komunikasi terbuka, fleksibilitas, pengembangan karir yang jelas, kolaborasi dengan manajemen, analisis data karyawan, dan evaluasi kebutuhan karyawan adalah langkah progresif yang dapat diambil.
Praktisi HR perlu menjadikan perubahan ini sebagai peluang untuk membangun lingkungan kerja yang inklusif, produktif, dan adaptif. Dengan strategi yang tepat, perusahaan dapat menghadapi "Great Resignation" dengan tanggap, mempertahankan karyawan berharga, dan berkembang dalam era dinamika bisnis yang terus berubah.
References:
Kompas – Fenomena ”Great Resignation” dan ”Quiet Quitting”, Apakah Terjadi di Indonesia?
PwC – Asia Pacific Workforce Hopes and Fears Survey 2023
Robert Walters – Is the ‘Great Resignation’ wave impacting companies and professionals in South East Asia?
Tech Target – The Great Resignation: Everything you need to know
Image © lada Karpovich via Pexels