Setiap generasi menggambarkan keadaan atau situasi yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Mereka memiliki pengalaman hidupnya sendiri-sendiri. Cara melihat dunia dan menilai situasi pun akan berbeda sesuai dengan kacamata mereka sendiri. Itulah yang menjadi ciri khas di setiap generasi (Lynn Lancaster & David Stillman, 2002). Setiap generasi memiliki karakteristik, budaya, nilai, serta ketertarikan yang berbeda akan suatu hal, bahkan sampai pada sudut pandang berpikir dan berorganisasi.
Tenaga kerja aktif saat ini berasal dari tiga generasi sekaligus yang berada di satu tempat pekerjaan, yaitu generasi baby boomers, generasi X, dan generasi Y. Namun, seiring berjalannya waktu, terjadi pergeseran generasi baby boomers yang mulai memasuki masa pensiun dengan generasi Z yang perlahan masuk ke dunia profesional. Bagi generasi Z, faktor terpenting yang dipertimbangkan dalam tahap mencari perusahaan potensial adalah kultur perusahaan dan work life balance.
Siapakah Generasi Z itu?
Baca Juga : Menyambut Gen Z di Dunia Karir: Employee Experience Sebagai Kunci Utama
Generasi termuda saat ini adalah generasi Z. Siapakah mereka? Mereka adalah generasi yang lahir dalam rentang tahun 1995 – 2010. Generasi Z adalah generasi peralihan generasi Y dengan teknologi yang semakin berkembang, maka dari itu generasi Z disebut juga sebagai iGeneration atau generasi internet. Bagaimana tidak? Mereka lahir ketika perkembangan teknologi sudah sangat maju.
Kecakapan generasi Z yang mampu mengaplikasikan kegiatan dalam satu waktu inilah yang menjadi daya tarik tersendiri dalam dunia kerja. Multitasking mereka teruji ketika harus menjalani beragam pekerjaan dengan output berbeda dalam waktu bersamaan. Tidak jarang ditemukan generasi Z yang menjadi influencer, namun juga seorang penulis.
Ada lagi generasi Z yang bekerja sebagai head of content media tetapi juga seorang HRD di perusahaan lainnya. Begitulah generasi Z bekerja. Mereka sangat dekat dengan dunia maya. Hal ini dikarenakan sejak kecil mereka sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian mereka.
Generasi Z lebih banyak mencari “kepuasan” dan “kesenangan” di luar lingkup kerja, seperti dalam komunitas atau lingkaran pergaulan mereka. Akhirnya, dalam setiap kesempatan, generasi Z akan cenderung menghabiskannya untuk kegiatan yang sifatnya entertaining dibanding membangun karir formal. Dapat disimpulkan bahwa penekanan pada keseimbangan jam kerja untuk generasi ini merupakan sebuah point penting yang harus diperhatikan perusahaan. Dalam tahap retensi pekerjaan, hubungan yang baik dengan boss atasan merupakan faktor krusial yang sama pentingnya dengan jumlah penghargaan dan kompensasi pekerjaannya.
Semua faktor ini juga semakin membuktikan nature generasi Z yang cenderung mencari pembuktian diri. Perusahaan baiknya memfasilitasi lingkungan kerja yang dinamis dan menciptakan hubungan antar pekerja yang harmonis. Mereka tidak suka adanya gangguan emosional yang berasal dari komentar-komentar yang ofensif. Akan banyak pertanyaan dari mereka kepada perusahaan tentang bagaimana perusahaan menciptakan lingkungan yang aman, namun penting juga untuk tetap mendidik mereka tentang realitas bisnis dan pekerjaan.
Jika generasi Y adalah generasi yang berorientasi pada masa depan, maka generasi Z tumbuh menjadi generasi yang lebih realistis atau berorientasi pada masa sekarang. Generasi Z terfokus untuk menemukan pekerjaan impian daripada stabilitas finansial. Perusahaan dapat menciptakan penawaran kerja dan karir yang spesifik untuk menarik generasi Z yang lebih kompetitif dan matang daripada generasi sebelumnya. Perlu diketahui, beberapa generasi Z memiliki tingkat kesetiaan yang rendah terhadap suatu pekerjaan. Maka dari itu, tidak jarang mereka disebut sebagai generasi ‘kutu loncat’.
Hal ini menunjukkan bahwa generasi Z sangatlah selektif dalam memilih sebuah pekerjaan. Penentuan sebuah karir bagi generasi Z haruslah sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Menurut pandangan generasi Z, memilih pekerjaan yang sesuai dengan keinginan mereka sangatlah penting untuk tetap bisa mengembangkan diri di bidang yang mereka sukai. Maka dari itu, tidak banyak dari generasi Z yang mampu bertahan lama dalam satu perusahaan tertentu, mereka akan lebih mencari pekerjaan yang sesuai atau pun membuat hobi mereka menjadi sesuatu yang dapat menghasilkan uang.
Bagaimana karakter Gen Z dalam dunia kerja?
Melalui fenomena ini, perusahaan perlu menyiapkan diri menjadi talent management melalui HRD yang berfokus pada manajemen kompetensi dan performance, dan rencana suksesi. Mengingat terkait talenta periode 1946-1964 (baby boomers), HRD hanya berfokus pada business function, kemudian berubah menjadi business partner dalam menghadapi Gen X (1965-1980), dan kini berfokus pada business integration dalam menghadapi Gen Y (1981-1995), tentunya dituntut bertransformasi juga saat nanti menghadapi Gen Z yang lebih matang dan kritis.
Saat ini, perusahaan yang ingin memahami karakteristik dari generasi Z harus siap untuk menciptakan lingkungan kerja yang menarik bagi pekerja generasi baru ini, serta harus mampu memaksimalkan potensi mereka. Generasi Z memiliki banyak potensi, namun mereka membutuhkan dukungan dari manajemen SDM maupun pimpinan mereka untuk membantu mereka sukses di dunia kerja.
Kecenderungan mereka bekerja berdampingan dengan teknologi membuat karakteristik mereka berbeda dengan sebelumnya. Untuk itu, berikut lima karakter generasi Z yang harus Anda diperhitungkan sebelum mempekerjakan mereka di perusahaan Anda.
1. Lebih Terbuka akan Banyak Hal
Satu hal positif yang bisa diambil dari generasi Z adalah keterbukaan, niat yang amat besar untuk maju, dan tingginya wawasan serta pengetahuan. Hal tersebut sangat wajar karena generasi Z tumbuh di era yang memudahkan setiap manusia untuk mencari informasi secara cepat dan instan. Keterbukaan menjadi salah satu karakter yang diunggulkan oleh generasi Z saat memasuki dunia kerja.
Dibanding generasi yang lain, generasi Z akan dengan mudah menerima saran, masukan, dan, bahkan kritik dari generasi sebelumnya lin yang sudah lebih dulu makan asam garam dunia kerja. Karakter tersebut lantas membuat generasi Z memiliki semangat yang menggebu-gebu untuk memberikan kemampuan terbaik. Dari sana, mereka akan berusaha untuk memberikan pengaruh yang signifikan dan besar demi kemajuan sebuah perusahaan.
2. Memilih untuk Bekerja Sendiri ketimbang Kelompok
Generasi milenial kerap percaya bahwa semangat kolaborasi akan membawa perusahaan berjalan lebih baik. Berbeda dengan keyakinan tersebut, generasi Z percaya bahwa mengurangi kerja kolektif dan lebih memilih untuk mengejar eksklusivitas jauh lebih penting. Daya saing tinggi menjadi karakter mereka. Bersaing dengan individu-individu lain di perusahaan dipercaya menjadi alat untuk mengukur daya saing, kemampuan, dan keunggulan mereka untuk mengerjakan sebuah tugas.
Meski demikian, generasi Z bukannya tidak suka dengan yang namanya kerja sama. Mereka mungkin tetap akan melakukan kerja sama, tapi mereka pada akhirnya akan mengharapkan adanya apresiasi dan penghargaan secara personal atau individu atas apa yang telah dikerjakan.
3. Berharap Besar pada Internet
Generasi milenial boleh saja menyombongkan diri bahwa mereka-lah generasi yang saat ini menguasai perkembangan teknologi. Namun, pada kenyataannya, mereka tampaknya harus mengakui bagaimana kehidupan generasi Z sangat melekat internet sejak mereka lahir. Berdasarkan riset Forbes, 2017 lalu, 90% generasi Z di Amerika Serikat memiliki jejak digital. Tak hanya itu, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Vision Critical, mayoritas dari mereka mempelajari tugas-tugas mereka di dunia kerja melalui internet.
Oleh karena itu, jangan heran apabila generasi Z pada akhirnya akan lebih banyak menghabiskan waktu di dunia maya ketimbang dengan rekan kerja. Pasalnya, seperti yang sudah disebutkan diatas, kehidupan mereka ditentukan dan sangat melekat dengan internet.
4. Mudah Mengalami Demotivasi
Karakter Generasi Z tidak melulu soal sisi positif saja, mereka juga memiliki sisi negatif. Contohnya adalah mudahnya mereka mengalami demotivasi atau runtuhnya semangat, rendahnya gairah, dan keinginan besar untuk menyerah. Dibandingkan, generasi X dan milenial, generasi Z memiliki rasio demotivasi yang lebih besar.
Tingginya angka demotivasi ini memiliki banyak sebab, di antaranya adalah suasana kantor, keinginan untuk mendapatkan gaji tinggi, dan hasrat besar untuk sukses. Nah, apabila gejala-gejala tersebut mulai tampak, mereka akan memperlihatkan karakter buruk yang tentu berbahaya untuk keharmonisan perusahaan. Untuk itu, penting bagi perusahaan Anda memperhatikan hal-hal di atas.
5. Besarnya Keinginan untuk Diapresiasi
Keinginan untuk bersaing yang amat tinggi membuat generasi Z punya harapan besar terhadap perusahaan. Salah satu caranya adalah untuk mendapatkan apresiasi. Selain gaji, ada beberapa hal yang menurut generasi Z masuk dalam kalkulasi apresiasi mereka. Sejak hari pertama di perusahaan, mereka punya harapan untuk diberi kesempatan berkembang, entah itu melalui pembelajaran personal maupun melalui sebuah proyek penting.
Mungkin bagi generasi yang lain itu merupakan hal sepele, tapi bagi generasi Z, kesempatan berkembang adalah sebuah bentuk apresiasi. Menurut Karlyn Borysenko dari Forbes, mayoritas generasi Z memiliki risiko stres dan kekhawatiran berlebihan karena pekerjaan yang lebih besar dibandingkan generasi X atau milenial. Tahu penyebabnya? Mereka takut tidak diapresiasi oleh perusahaan atas apa yang mereka kerjakan.
Prioritas Generasi Z di Dunia Kerja
Generasi Z memiliki kepercayaan bahwa dirinya mampu memegang kendali untuk karir mereka sendiri. Maka dari itu, kebanyakan dari mereka memilih untuk berkiprah di dunia business dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Namun ada beberapa generasi Y atau generasi milenial yang mampu membuktikan kesuksesannya dengan penghasilan miliaran dolar di usia 23 tahun, dialah Mark Elliot Zuckerberg si pencipta Facebook.
Ada pula Miley Cyrus yang berpenampilan unik untuk mencuri perhatian panggung musik. Sedangkan, Paul Pogba menjadi ikon milenial di lapangan hijau dan dalam waktu dekat berhasil memecahkan rekor nilai transfer termahal. Zuck Cyrus dan Pogba hanyalah tiga dari banyak generasi milenial yang sukses menjadi ikon masa kini. “Mereka kurang ajar, mereka narsis, dan tentunya mereka berhak”, ujar Alex Williams dalam tulisannya di The New York Times.
Baca Juga : Benarkah Gen Z Adalah Genset Perusahaan di Masa Depan?
Lalu, bagaimana dengan generasi Z? Survei yang dilakukan oleh PR Newswire bersama Monster Worldwide terhadap multigenerasi di Amerika Serikat mendapatkan hasil bahwa 76% Gen Z percaya bahwa mereka adalah pemilik dari karir mereka sendiri. Sebagai konsekuensinya, sebanyak 49% dari mereka memiliki keinginan untuk terjun sebagai wirausahawan dan mengembangkan bisnisnya sendiri. Padahal, angka rata-rata yang ingin berwirausaha diantara semua generasi hanya sebanyak 32%.
Yang menarik, jika generasi milenial memprioritaskan peningkatan kinerjanya seperti fasilitas bermain, tidur, dan penghilang stress lainnya hadir di tempat kerja, gen Z menunjukkan gejala yang berbeda. Ada tiga prioritas yang dilihat Gen Z di tempatnya bekerja, yaitu asuransi kesehatan sebesar 70%, gaji yang kompetitif sebesar 63%, dan bos yang respek terhadap mereka sebanyak 61%.
Hal ini berbeda dengan kecenderungan rata-rata semua generasi di mana asuransi kesehatan hanya diprioritaskan sebanyak 68%, gaji kompetitif sebesar 59% dan perkara respek dari bos sebanyak 60% dari keseluruhan generasi. Sebanyak 58% gen Z juga tergiur dengan harapan mendapat gaji lebih baik sehingga mau bekerja di akhir pekan. Sedangkan rata-rata dari seluruh generasi, yang mau kerja ekstra seperti itu hanya sebanyak 41%.
Lalu, bagaimana dengan peluang berpindahnya Gen Z dari tempat kerja semula?
Sebesar 74% Gen Z menyatakan kesediaannya untuk berpindah apabila menemukan kesempatan kerja dan berkembang yang lebih baik. Ada empat hal yang memengaruhi mereka dalam bekerja, terutama ialah besarnya upah atau gaji, keleluasaan mengejar passion, dan terakhir ialah keamanan dalam bekerja.
Gen Z sudah tumbuh dengan smartphone canggih di tangannya, sementara milenial tumbuh dengan mendambakan music player. Karena itu, mereka percaya bahwa teknologi mobile terkait erat dengan cara kerja. Survei ini menyebut sebanyak 57% gen Z percaya bahwa teknologi memungkinkan mereka untuk menjadi lebih produktif. Mereka juga percaya perangkat mobile akan terus mengubah cara orang berkomunikasi di kantor dan dengan klien mereka. Maka, lebih banyak dari mereka yang memilih bekerja menggunakan smartphone dibanding laptop.
Maka dari itu, diperlukan pendekatan yang berbeda untuk menarik perhatian Gen Z bekerja di perusahaan Anda. Salah satu caranya adalah dengan melakukan Early Talents Recruitment. Anda dapat mulai mengenalkan Employer Brand Anda kepada young talents pengisi job market yang kebanyakan merupakan Generasi Z. Dengan Talentics, Anda bisa melakukan hal tersebut hanya dalam one single platform.
Kami akan membantu mengenalkan brand Anda kepada para young talents dengan strategi Employer Branding terbaik, sehingga Anda dapat mulai membangun engagement sejak dini dengan para future leaders perusahaan Anda. Bersama kami, Anda dapat mewujudkan manajemen talenta yang lebih efektif dan efisien.