Survei Badan Pusat Statistik (BPS) yang dilakukan selama tahun 2020 mencatat Jumlah Penduduk Indonesia sebesar 270,20 juta jiwa. 27,94 persen di antaranya merupakan generasi Z (Gen Z) dan 25,87 persennya merupakan generasi Milenial. Sedangkan penduduk usia produktif Indonesia dicatat mencapai 70,72 persen dari jumlah total penduduknya. Dapat disimpulkan bahwa generasi Z, yang termasuk dalam kategori usia produktif, mendominasi lebih dari separuh jumlah total penduduk Indonesia.
Perusahaan pemberi kerja perlu jeli melihat hal ini karena talenta perusahaan merupakan aset penentu masa depan. Strategi rekrutmen yang diterapkan oleh perusahaan perlu menarik dan sesuai dengan kebiasaan tiap generasi. Salah satu generasi yang menjadi target rekrutmen saat ini adalah Generasi Z atau dikenal pula sebagai Gen Z.
Baca juga: Perbedaan Antara Milenial dan Generasi Z di Dunia Kerja
Karakteristik Gen Z
Siapa pun yang lahir antara tahun 1997 dan pertengahan 2010 termasuk dalam Generasi Z. Beberapa referensi mengatakan mereka yang lahir hingga tahun 2015 masih tergolong Generasi Z. Anggota tertua Generasi Z saat ini berusia 24 tahun dan baru sebentar memasuki dunia kerja.
Tumbuh dengan akses ke ponsel dan internet, Generasi Z umumnya adalah generasi yang paling beragam dan menguasai teknologi dengan sangat baik hingga saat ini. Mereka mewakili 32% dari populasi secara global. Secara umum, kita dapat mengenali generasi ini dari karakteristiknya:
- Tidak mengalami masa-masa sebelum adanya internet dan media sosial
- Memiliki smartphone sebagai perangkat seluler pertama
- Lebih sadar akan isu-isu sosial, ekonomi, dan lingkungan di seluruh dunia
- Menonton di layanan streaming
- Pribadi yang sangat mandiri
Generasi Z telah terpapar teknologi dalam berbagai bentuk sejak usia sangat dini. Mereka merasa nyaman dengan mengkonsumsi informasi di berbagai platform (ponsel, tablet, dan laptop), yang membuat mereka menjadi peka terhadap informasi dari semua kelompok usia. Selain melek teknologi, Gen Z adalah pencipta, inovator, entrepreneur dengan pendapat yang kuat dan keinginan untuk didengar.
Meski memiliki etos kerja yang kuat, layaknya Milenial, Gen Z sangat spesifik tentang lingkungan kerjanya. Mereka mengharapkan perusahaan memenuhi kebutuhan atas budaya dan lingkungan kerja yang sesuai dengan nilai pribadi yang mereka miliki.
Dalam sebuah studi baru-baru ini oleh Forbes, 77% peserta Generasi Z mengatakan bahwa komitmen perusahaan terhadap diversity akan menjadi faktor penentu keputusan mereka melamar kerja di suatu perusahaan. Studi lain oleh Dynamic Signal menyimpulkan bahwa mereka lebih peduli pada keseimbangan kehidupan kerja dan kesejahteraan pribadi.
Bagaimana perusahaan melakukan employer branding juga sangat penting bagi Generasi Z dengan 70% talenta potensialnya pasti melihat ulasan online di situs seperti Glassdoor sebelum melamar pekerjaan tertentu dan menurut Forbes, berdasarkan review yang diperoleh, 69% dari mereka lebih mungkin untuk melamar pekerjaan jika perusahaan mengelola brand-nya dengan baik.
Berdasarkan survei KPMG Advisory, 47 persen angkatan kerja yang berada dalam kategori Generasi Z memiliki keinginan untuk bekerja di tempat dengan suasana kerja yang menyenangkan dan 44 persen dari mereka menginginkan bekerja dengan waktu kerja yang fleksibel.
Generasi Z memiliki ambisi dalam mencapai jenjang karir tertinggi dan merupakan native digital sesungguhnya, karena mereka memiliki kepekaan teknologi yang baik. Perusahaan yang ingin merekrut talenta generasi Z perlu menyesuaikan proses rekrutmen dengan gaya hidup mereka.
Misalnya dengan tidak terlalu ‘mengekang’ mereka dengan cara-cara lama, mengadopsi mindset digitalisasi, serta menyediakan teknologi yang relevan untuk menunjang efektivitas dan efisiensi pekerjaan mereka.
Baca juga: Mengenal Generasi Z: Generasi Tech-savvy dengan Karakterisik yang Unik
Dos & Don’ts dalam Merekrut Gen Z
Generasi Z memang digital natives sejati. Namun, apakah pertimbangan soal keterkinian teknologi cukup untuk menarik mereka dalam rekrutmen perusahaan Anda? Berikut adalah beberapa dos and don’ts yang perlu diperhatikan praktisi HR dalam melakukan rekrutmen terhadap Gen Z:
1. Don’t: Berfokus pada benefit dan perks yang “kekinian”
Generasi Z tumbuh setelah The Great Recession, mereka masih anak-anak selama periode tersebut, yang berarti bahwa mereka menjadi saksi hidup orang tua mereka mengalami masalah finansial yang rumit. Sebagian besar hidup mereka dipengaruhi oleh peristiwa itu, karena itu mereka cenderung lebih pragmatis tentang kehidupan mereka secara umum.
Banyak dari mereka memulai karirnya di masa pandemi Covid-19, sehingga tidak mengejutkan jika generasi ini menginginkan kepastian lebih dari apapun. Talenta potensial yang berasal dari generasi ini memprioritaskan security dan pertumbuhan karir jangka panjang dalam pencarian pekerjaan mereka.
Pasar kerja yang tidak menentu saat ini hanya membuat Gen Z semakin mendambakan stabilitas.
Oleh karena itu, perusahaan Anda tidak perlu repot memikirkan fasilitas “kekinian” semacam playroom, area rehat dipenuhi bean bag warna-warni bahkan perosotan.
Bagi Gen Z, fasilitas tersebut tidak lebih menarik dari asuransi kesehatan tambahan yang diberikan kantor. Yang sebenarnya ingin mereka ketahui adalah kapan tepatnya pembayaran gaji diberikan, bagaimana cara mengambil cuti berbayar, dan rencana karir yang potensial.
Meskipun usia mereka masih muda, Gen Z secara aktif mencari informasi tentang kebebasan finansial dan investasi. Oleh karena itu benefit yang terkenal “kolot dan kuno” seperti dana jaminan hari tua atau pensiun akan lebih menarik bagi mereka.
Oleh karena itu, penting bagi perusahaan Anda untuk memastikan bahwa Anda mengedepankan benefit and perks konvensional dan skema career advancement yang terperinci ketika mencoba menarik talenta potensial dari generasi ini dalam rangka memenuhi security dan stability yang mereka butuhkan.
Baca juga: Potret Generasi Z: Native Digital yang Menciptakan Karir Sendiri
2. Do: Membangun ekosistem kerja yang mengizinkan mereka bekerja mandiri
Gen Z lebih memilih untuk bekerja secara mandiri.
45% lebih memilih bekerja di ruang pribadi daripada di tempat kerja bersama. Mereka banyak akal, tumbuh dengan 24 jam akses informasi melalui perangkat seluler mereka, dan ingin dinilai berdasarkan kemampuan mereka sendiri.
72% Gen Z mengatakan mereka kompetitif dengan talenta perusahaan lain yang melakukan pekerjaan yang sama. Kekuatan mereka ditentukan oleh daya saingnya.
Banyak juga yang ingin mengelola proyek mereka sendiri sehingga mereka mendapat perhatian lebih dari rekan kerja dan perusahaan. Generasi Z adalah generasi yang tidak ingin bergantung pada orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan mereka.
Hasil riset Accounting Principals mendukung pernyataan ini. Mereka menemukan bahwa semangat berwirausaha Gen Z lebih tinggi 55% dibanding Generasi Milenial. Hal ini tidak lepas spirit kemandirian yang dimilikinya.
Oleh karena itu, perusahaan Anda perlu membuat ekosistem kerja yang sesuai dengan kemandirian yang dimiliki Gen Z. Beri kesempatan mereka berkreasi sendiri, karena mereka akan merasa lebih nyaman ketika mereka bisa mengekspresikan diri dengan bebas dalam bekerja.
3. Don’t: Melupakan komunikasi face-to-face
Gen Z adalah generasi pertama yang tumbuh secara online. Mereka tahu cara menavigasi internet dan menggunakan media sosial lebih baik daripada orang lain.
Sementara pengembangan UI/UX halaman karir perusahaan Anda memanglah penting, online presence membuat rasa penasaran mereka terpantik, dan employer branding di situs-situs review kerja membantu mereka mengambil keputusan melamar di sebuah perusahaan, aktivitas yang menunjukkan bahwa perusahaan Anda tech-friendly tidak lantas menghilangkan kebutuhan mereka akan komunikasi tatap muka.
Sementara rekrutmen virtual adalah kunci dari talent war selama masa pandemi, Generasi Z sangat tertarik untuk berbicara dengan perusahaan Anda secara langsung. Gen Z lebih suka terhubung dengan rekan kerja secara langsung daripada melalui teks dan email, dan mereka tahu bahwa Anda juga menghargai koneksi pribadi.
Meski dijuluki 'digital natives', Generasi Z sebenarnya lebih menyukai komunikasi tatap muka. Dalam sebuah penelitian baru-baru ini, 84% Generasi Z mengatakan tatap muka adalah cara komunikasi yang mereka sukai.
Hal ini terkait dengan pengamatan mereka terhadap efek negatif yang mereka lihat mempengaruhi 90% generasi Milenial, yaitu ketergantungan mereka pada teknologi sebagai ganti komunikasi tatap muka.
Miskomunikasi yang terjadi pun menghambat pekerjaan, yang mana bertentangan dengan karakteristik Generasi Z yang kompetitif.
Perusahaan Anda justru harus meluangkan lebih banyak waktu untuk pertemuan tatap muka, jika tidak dilakukan secara fisik, Anda perlu berinvestasi pada teknologi yang memfasilitasi kebutuhan ini, seperti layanan video conference.
Gunakan fitur-fitur otomatisasi pada talent acquisition software pilihan Anda, karena sistem ini dapat merampingkan alur kerja untuk merekrut talenta potensial perusahaan dengan lebih efisien.
Baca juga: Inilah Beberapa Cara Terbaik untuk Menarik Generasi Z ke Perusahaan Anda
4. Do: Memberikan umpan balik (feedback) dalam waktu singkat
Salah satu perbedaan terbesar antara Gen Z dan generasi sebelumnya di adalah kebutuhan mereka akan feedback yang berkelanjutan. Teknologi membentuk ekspektasi Gen Z dan memungkinkan mereka mengakses komunikasi yang konstan dan instan dalam kehidupan pribadi, misalnya melalui platform media sosial.
Generasi Z terbiasa dengan dunia media sosial yang saling berhubungan dan interaktif, di mana informasi dapat dengan mudah dibagikan kepada orang-orang di seluruh dunia dalam hitungan detik. Mereka tahu berkomunikasi di era digital itu mudah, sehingga mereka terbiasa mendapatkan umpan balik secara cepat.
Jika perusahaan terlalu lama memberikan respons umpan balik (feedback), maka candidate experience-nya buruk. Salah satu cara termudah untuk menghindari hal ini adalah dengan memberi tahu—maksimal dua minggu, saat mereka bukanlah kandidat yang Anda cari.
Di sisi lain, jika perusahaan Anda memperjuangkan candidate experience yang positif, mereka juga secara sukarela membagikan pengalaman tersebut di media sosial yang biasa digunakan. Anda tidak hanya akan meningkatkan kultur perusahaan dan employee engagement, Anda akan turut menekan angka turnover rate dan meningkatkan retention rate perusahaan.
Tentunya penerapan pemberian feedback tidak hanya berhenti pada proses rekrutmen. Menurut sebuah studi generasi yang dilakukan pada tahun 2018, 66% Gen Z membutuhkan umpan balik dari atasan mereka setidaknya setiap beberapa minggu atau lebih untuk tetap bekerja. Tinjauan kinerja tahunan boleh jadi tidak cukup jika Anda ingin mempertahankan talenta potensial Gen Z dalam jangka panjang.
Dengan menggunakan platform HRIS, Anda dapat mengevaluasi talenta Gen Z secara rutin, memastikan bahwa target yang ditetapkan perusahaan tercapai, dan memberikan penghargaan bagi pencapaian mereka yang mereka lakukan.
Baca juga: Menyambut Gen Z di Dunia Karir: Employee Experience Sebagai Kunci Utama
5. Do: Mendukung keragaman dan kesetaraan
Generasi Z menempatkan prioritas tinggi pada tempat kerja yang beragam, adil, dan inklusif. Menurut penelitian dari Intel, 34% kandidat Generasi Z mengatakan keragaman (diversity) adalah faktor penentu di mana mereka memilih untuk bekerja. Lebih lanjut, 56% dari mereka mengatakan akan ragu untuk bekerja di perusahaan yang tidak memiliki tim C-level yang yang beragam, baik secara gender, maupun etnis dan accessibility.
Apa artinya ini bagi perusahaan Anda? Generasi Z memiliki harapan tertentu untuk keragaman. Jika perusahaan Anda gagal menampilkan inisiatif keragaman, kesetaraan, dan inklusi yang berarti, Anda mungkin akan kesulitan untuk menarik talenta potensial yang berasal dari Gen Z.
Gen Z berfokus pada elemen yang umum bagi semua manusia dan tidak percaya bahwa hal-hal ranah personal seperti ras, agama, atau hambatan bahasa dapat membatasi seseorang meraih karir impiannya. Mereka percaya hanya ada satu ras di dunia ini: ras manusia.
Bagi mereka, perusahaan yang mendukung nilai-nilai keragaman, kesetaraan, dan inklusivitas adalah perusahaan yang lebih kredibel dan terbuka pada perkembangan zaman.
Strategi rekrutmen yang perlu dilakukan oleh perusahaan Anda adalah mengevaluasi kembali nilai-nilai dan kultur perusahaan. Jika belum sesuai dengan harapan Gen Z, maka Anda perlu segera memperbaikinya.
Jika sudah sesuai, Anda perlu segera mempublikasikannya. Baik melalui online presence perusahaan, maupun melalui keseharian ekosistem kerja. Anda pun tidak membatasi rekrutmen pada ras, agama, gender tertentu. Membiasakan perusahaan menerima talenta potensial berdasarkan kemampuan dan pengalaman kerja mereka, terlepas “identitas”-nya.
Baca juga: There’s more to work for Gen Z: Si Inovatif yang Bergerak Cepat dan Suka Kompetisi
Article Editor: Nadia Fernanda
Image credits: Pexels